Daerah

Warga Desa Kanci, LSM dan Ormas Unjuk Rasa Didepan PLTU II Kanci, Minta Presiden Usut Mafia Tanah di Desa Kanci

71
×

Warga Desa Kanci, LSM dan Ormas Unjuk Rasa Didepan PLTU II Kanci, Minta Presiden Usut Mafia Tanah di Desa Kanci

Sebarkan artikel ini
Puluhan masa pengunjuk rasa yang tergabung dari unsur warga Desa Kanci, LSM dan Ormas melakukan aksi unjuk rasa di depan PLTU II Kanci, menuntut agar mafia tanah yang ada di Desa Kanci segera diusut, Selasa (22/08/2023).
Puluhan masa pengunjuk rasa yang tergabung dari unsur warga Desa Kanci, LSM dan Ormas melakukan aksi unjuk rasa di depan PLTU II Kanci, menuntut agar mafia tanah yang ada di Desa Kanci segera diusut, Selasa (22/08/2023).

CIREBON, LIPUTAN7.ID – Puluhan masa pengunjuk rasa yang tergabung dari unsur warga Desa Kanci, LSM dan Ormas melakukan aksi unjuk rasa di depan PLTU II Kanci, minta Presiden usut mafia tanah di Desa Kanci, Selasa (22/08/2023).

Aksi unjuk rasa itu di picu terkait adanya dugaan oknum dari Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) telah mengeklaim sepihak tanah adat yang berada di Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Para pengunjuk rasa di lokasi. Sambil orasi juga membentangkan spanduk yang bertuliskan Lapor Pak Presiden Disini Ada Mafia Tanah.

Dilokasi ujuk rasa di depan PLTU II Kanci, Kuasa Hukum Warga Andi Agus Salim, S.H., M.H., mengatakan, berdasarkan pada surat pelepasan hak kolektif yang diperoleh pada kurun waktu 23 Mei 1985 s.d 24 Mei 1986 yang bukan merupakan bukti transaksi jual beli atau pelepasan hak tanah yang sah sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran tanggal 1 Juli 1978 No. SE.2.4/DJA/VII.5/7/78. Dan dimana sangat jelas mewajibkan untuk setiap pembelian tanah kepentingan pemerintah dilengkapi dengan akta Notaris. Juga, SPH Kolektif ‘Tidak Dikenal’ sebagai bukti pelepasan / peralihan hak tanah pada Kitab Undang – Undang Hukum Dagang, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan Hukum Agraria.

“Hal ini jelas melanggar KUH Perdata 1321 & 1323 serta telah terjadi pelanggaran Permendagri no.15 tahun 1975 tentang ketentuan – ketentuan mengenai tata cara pembebasan tanah tahun 1985/ 1986,” ujarnya Andi, saat turun langsung mendampingi Warga Desa Kanci.

Lanjutnya Kuasa Hukum Warga menjelaskan, Departemen Kehutanan / KLHK telah dengan sengaja menelantarkan tanah dengan dibuktikan secara faktual Departemen Kehutanan / KLHK tidak pernah melakukan optimalisasi pengelolaan tanah, tidak pernah menanam satu batang pohon pun dan Tidak pernah menguasai fisik Tanah pada kurun waktu 23 Mei 1985 sampai 30 Juli 2016.

“Sejak awal pembangunan proyek PLTU unit 2, masyarakat pemilik tanah adat meminta agar proyek tidak dilanjutkan dan menyelesaikan proses pembebasan lahan terlebih dahulu karena melanggar Perda No 17 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2011-2031,” jelasnya dia.

Kemudian, dia juga mengatakan terjadi kesepakatan antara pemilik tanah adat dan PT. Cirebon Energi Prasarana, namun Proyek PLTU unit 2 tetap berjalan dengan tangan besi oknum pejabat pemerintah Kabupaten Cirebon dan pihak KLHK yang tetap memaksakan diri mengesampingkan kepemilikan tanah masyarakat adat,” pungkasnya.

Diketahui, pada bulan Juli 2016, telah lahir ‘Surat Kesepakatan Bersama’ antara para Pemilik Tanah adat dengan Pihak PT. Cirebon Energi Prasarana diwakili oleh Heru Dewanto sebagai Presiden Direktur, Bahwa Pihak Pertama (PT. Cirebon Energi Prasarana) sepakat akan membeli tanah warga berikut bangunan diatasnya dari pihak kedua yang termasuk didalam area proyek PLTU milik pihak pertama dan diluar kepemilikan KLHK atau pihak ketiga manapun dengan harga yang disepakati bersama sesuai harga pasar.

Pembebasan tanah harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini, dan tiap 3 (tiga) bulan dilaporkan perkembangannya kepada Gubenur Kepala Daerah tingkat I Jawa Barat melalui Kepala Direktorat Agraria.